Membuka Dokumen Baru, Cara Mudah Atasi Writer’s Block

Hanya dengan membuka dokumen baru, aktivitas menulis yang sempat macet bisa kembali lancar. Apakah ini bualan belaka? Bila bukan, bagaimana caranya?

Mulanya saya skeptis ketika menemukan khayalan tentang dokumen kosong ini. Begitu mudahnya seseorang menjadi penulis produktif sekarang ini?

Hanya berbekal sebuah dokumen kosong, lantas sebuah artikel lengkap bakal tersaji di sana? Siapa pula yang akan memercayainya?

Masalahnya, saya tidak akan pernah bisa membuktikan benar tidaknya suatu nasihat (termasuk nasihat tak masuk akal itu) selama saya tidak mencobanya.

Maka, untuk meyakinkan diri bahwa ajaran itu sampah belaka, saya pun mulai mempraktikannya. Sembari membayangkan upaya itu bakal mengalami kegagalan.

Lancarkan Menulis dengan Membuka Dokumen Baru

Saya mulai menjalankan “janji manis” yang ditawarkan Ali Luke untuk menghasilkan tulisan hanya dengan membuka dokumen kosong. Sebuah janji yang (saya pikir) tak akan mungkin dapat ditepati.

Cara mengatasi hambatan menulis yang ditawarkannya begitu manis. Cara ini merupakan satu di antara 10 tips menulis unik yang ditawarkannya.

Seusai membuka dokumen baru, saya ikuti petunjuk berikutnya, menulis sebaris kalimat di atas dokumen itu. Dalam hati saya mengatakan, “Saya akan menulis satu kalimat saja (dan setelah itu semuanya akan berakhir dengan sia-sia).”

Saya pun segera menorehkan sebaris kalimat dalam dokumen kosong yang terbuka di depan mata. Saya berusaha tak memikirkan kelanjutannya.

Lantas, apa yang terjadi kemudian?

Kembali saya mengingat-ingat apa lagi yang dikatakan “pembual” itu tentang mulai menulis dengan membuka dokumen saja. Sepertinya lebih banyak lagi waktu bakal terbuang percuma.

Ali, sang penulis, kemudian menasihati saya agar mencoba mengatakan pada diri sendiri, “Ya sudah. Saya telah membuat sebuah kalimat. Saya akan menambahkan beberapa kalimat supaya menjadi sebuah paragraf.”

Sungguh aneh, saya mengikuti petuahnya. Kejadian selanjutnya adalah, saya menyelesaikan sebuah alinea dari seulas kalimat itu. Seperti menghasilkan kalimat pertama dan menyelesaikan sebuah paragraf tak terlampau susah.

Saya telah menduga bahwa penulis artikel itu tak akan menghentikan bualannya. Benar saja, ia melanjutkan omong kosongnya dengan kata-kata “Ayo, bikinlah paragraf selanjutnya! Bukankah kamu telah menyelesaikan sebuah alinea tanpa kesulitan?”

Dan, ajaib sekali. Hanya dalam beberapa menit, sejumlah paragraf segera terpampang di halaman dokumen yang awalnya kosong.

Cara Mengelabui Penulis Malas

Kini, saya telah “mengingkari” niat awal saya berada di sini.

Bukankah saya hanya akan membuka sebuah dokumen kosong? Lantas, mengapa sekarang dokumen itu berisi berderet-deret tulisan hingga lebih dari 200 kata?

Ah, Ali telah menipu saya. Ia benar-benar mengelabui saya.

Penulis lepas itu memancing-mancing saya untuk membuka dokumen kosong, tanpa melakukan hal lainnya. Suatu perbuatan amat sepele yang hampir semua orang bisa melakukannya, bukan?

Namun, setelah itu, ia kembali memanas-manasi saya. Ia seolah-olah mengolok-olok saya dengan mengatakan, percuma saja membuka dokumen jika tidak mengisinya dengan tulisan.

Akhirnya saya menulis sebuah kalimat. Lalu, akibat dikompori terus-menerus, saya menambahkan kalimat-kalimat lainnya hingga menjadi sebuah alinea.

Astaga. Satu halaman dokumen Microsoft Word telah penuh dengan tulisan. Dan, semua coretan itu saya torehkan tanpa niat untuk melakukannya sejauh itu.

Sekarang saya telah menghasilkan sebuah tulisan sepanjang lebih dari 340 kata. Tulisan itu saya dapatkan dalam kondisi “terpaksa” dan tak terbayang sebelumnya.

Nah, begitulah cara Ali “mengelabui” saya. Barangkali harus dengan cara itu untuk memaksa seorang penulis malas seperti saya agar segera menggerakkan jemari atau pena.

Silakan baca juga artikel tentang cara menulis bagi orang malas.

Ali pun menutup tema ini dengan menyampaikan sebuah kalimat kunci. “Setelah beberapa menit, keengganan (alami) yang biasa muncul di awal aktivitas menulis akan menghilang.”

Ya, benar. Saya merasakan sendiri apa yang dikatakannya.

Mengingat Kembali Metode Menulis Cepat

Ah, mendadak saya mengingat sebuah teori menulis yang telah lama saya kenal dan acap saya gunakan. Metode ini biasa disebut menulis cepat dan terus-menerus.

Rupanya Ali telah menggiring saya menerapkan gaya menulis yang dikemukakan oleh Mark Levy itu. Dan, secara tidak sadar, saya telah menjalankan teori lawas itu.

Ia telah menuntun saya kembali ke jalan yang benar. Dengan cara ini, memulai sebuah tulisan tidak lagi menjadi perkara yang amat menyulitkan.

Silakan baca juga tulisan mengenai aktivitas menulis sebagai beban sekaligus kesenangan.

Kini, saya kembali bersemangat untuk menghasilkan karya-karya berikutnya. Jadi, niat awal yang hanya ingin membuka dokumen baru yang kosong, berakhir dengan selesainya draf tulisan yang komplit.

Leave a Comment